Latar Belakang Ayah dan Kakak Perkosa Gadis Bone Ini Fakta Tragisnya
Kasus ayah dan kakak perkosa gadis Bone menjadi sorotan nasional dan mengguncang nurani publik. Seorang perempuan muda berusia 22 tahun di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, mengalami kekerasan seksual berulang yang dilakukan oleh kakaknya sendiri. Ironisnya, ketika korban mengadu kepada sang ayah, bukannya dilindungi, ia justru turut menjadi pelaku kejahatan seksual terhadap anak kandungnya.
Lebih dari sekadar berita kriminal, kejadian ini membuka mata publik tentang betapa rentannya perempuan—terutama anak dan remaja—terhadap kekerasan seksual, bahkan di lingkungan yang seharusnya paling aman: rumah sendiri. Fakta bahwa sang ayah malah turut memperkosa setelah korban mengadu, memperlihatkan betapa rusaknya sistem pelindung dalam keluarga tersebut.
Pembahasan Ayah dan Kakak Perkosa Gadis Bone Ini Fakta Tragisnya
1. Rangkaian Kejadian yang Mengejutkan
Kasus ini bermula pada Juni 2024, ketika H (28), kakak korban, memperkosa adiknya saat sedang tidur. Aksi bejat itu terulang hingga empat kali dalam waktu berbeda. Tidak kuat menanggung trauma, korban akhirnya mengadu kepada ayahnya. Namun, justru pada 28 Februari 2025, sang ayah yang berinisial J (50) malah ikut memperkosanya.
Kakak korban telah berhasil ditangkap oleh pihak berwajib, sedangkan ayahnya masih dalam pengejaran. Polisi mengarahkan korban untuk membuat dua laporan terpisah karena pelakunya berbeda. Saat ini, para pelaku terancam hukuman penjara hingga 12 tahun sesuai Undang-Undang No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan Pasal 285 KUHP.
2. Trauma Ganda Akibat Pelaku dari Keluarga Sendiri
Kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang terdekat menimbulkan trauma mendalam. Korban tidak hanya terluka secara fisik, tetapi juga kehilangan rasa aman, kepercayaan, dan harapan. Dalam banyak kasus, korban mengalami depresi, PTSD, hingga kesulitan menjalin hubungan sosial dan emosional di masa depan.
Di sinilah pentingnya kehadiran lembaga pendampingan psikologis dan hukum bagi korban, serta edukasi publik agar kekerasan seksual tidak lagi dianggap tabu untuk dibicarakan.
3. Perlunya Literasi Hukum dan Dukungan Masyarakat
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya pemahaman masyarakat mengenai hak korban dan jalur hukum yang tersedia. Banyak korban tidak melapor karena takut, malu, atau tidak tahu harus ke mana.
Sebagai penyedia layanan One Stop Business & Legal Services, The Circle Office tidak hanya membantu urusan hukum bisnis, namun juga menyediakan konsultasi hukum terpercaya, termasuk bagi masyarakat yang membutuhkan pendampingan dalam kasus kekerasan berbasis gender dan keluarga. Edukasi dan akses hukum yang mudah adalah bagian dari solusi.
4. Peran Kita dalam Pencegahan
Masyarakat harus lebih waspada dan proaktif. Jika melihat tanda-tanda kekerasan atau mendengar pengakuan korban, segera bertindak. Edukasi seksual sejak dini, komunikasi terbuka dalam keluarga, dan pelatihan penanganan kasus kekerasan perlu ditingkatkan.
Selain itu, media dan lembaga sosial harus terus mengangkat kasus seperti ini agar tidak dilupakan begitu saja. Diam bukan pilihan.
Kesimpulan
Kasus ayah dan kakak perkosa gadis Bone ini bukan sekadar berita tragis, tetapi cermin bahwa sistem perlindungan dalam keluarga bisa runtuh jika kita tidak peduli. Penting bagi kita semua untuk terus bersuara, mendukung korban, dan menuntut keadilan.
Jika Anda atau orang terdekat Anda menjadi korban kekerasan, jangan ragu untuk melapor dan mencari bantuan. The Circle Office siap membantu Anda memahami hak hukum yang Anda miliki dan mendampingi setiap langkahnya dengan profesional dan empati.